Pluralisme Agama, Ulama Sufi, dan Pertarungan Wacana
Religious Pluralism, Sufi Scholars, and the Discourse Struggle
DOI:
https://doi.org/10.35719/fenomena.v11i2.519The Sufi perspective provides a clear lens to examine the discourse of religious pluralism. Sufi religious views encompass two aspects: the exoteric and the esoteric. The exoteric aspect of religion is the outward dimension, emphasizing sharia, forms, and religious symbols. Meanwhile, the esoteric aspect is the innermost dimension of every religion, focusing on inner, spiritual experiences to attain the ultimate reality, God. Sufi scholars in Jember emphasize inner experiences, as the purpose of religion is to reach God through such experiences, without neglecting sharia, which serves as the path to this goal. However, these Sufi scholars avoid debating sharia, as it pertains to methodology. Their rationale is that, fundamentally, all religions—regardless of form or type—aim to face the Divine. The error and deviation, according to Sufi scholars, lie in directing religion toward anything other than Allah.
Perspektif Sufi mampu melihat secara jelas wacana pluralisme agama. Perspektif agama Sufi memandang dua aspek, yaitu aspek eksoterik dan esoterik. Aspek eksoterik agama adalah aspek lahiriah yang menekankan pada syariah, bentuk, dan simbol-simbol agama. Sementara aspek esoterik adalah aspek terdalam dalam setiap agama, yang menekankan pengalaman batin dan spiritual dalam mencapai realitas sejati, yaitu Tuhan. Ulama Sufi di Jember memberikan perhatian pada pengalaman batin, karena tujuan agama adalah mencapai Tuhan melalui pengalaman batin, namun tidak mengesampingkan syariah, sebab syariah adalah jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, ulama Sufi Jember tidak memperdebatkan wilayah syariah karena hal itu berkaitan dengan metode. Alasan pandangan ulama Sufi ini adalah bahwa pada dasarnya semua agama, terlepas dari bentuk dan jenisnya, bertujuan untuk menghadap Yang Ilahi. Kesalahan dan penyimpangan menurut ulama Sufi adalah ketika agama tidak ditujukan untuk selain Allah.
Downloads
References
Al-Jabiri, Muhammad Abed. (2003). Formasi Nalar Arab. Yogyakarta: IRCiSoD.
Arabi, Ibnu. (1978). The Tarjuman Al-Ashwaq (terj. Nicholson). London: Sophical Publishing House Ltd.
Bahri, Media Zainul. (2011). Satu Tuhan Banyak Agama, Pandangan Suffstik Ibnu Arabi, Rumi dan Al-jili. Bandung: Mizan.
Hasyim, Hafidz. (2011). Klaim Kebenaran Agama Dalam Perspektif Psikologi dan Analitika Bahasa (Studi kasus Pembakaran Musholla LDII). Jember: P3M STAIN Jember.
Kattsof, Louis O. (2004). Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Kertanegara, Mulyadi. (2005). Integrasi Ilmu; Sebuah Rekonstruksi Holistik. Jakarta: UIN Jakarta Press dan Mizan Arasy.
Khaldun, Ibnu. (2005). Muqaddimah. Mesir: Dar Ibnu Aitam.
Lechte, John. (2001). 50 Filsuf Kontemporer; Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas. Yogyakarta: Pustaka Filsafat.
Misrawi, Zuhairi. (2012). Rethinking Pluralisme; Telaah Konsep dan Implementasinya dalam Kehidupan Sosio-religius di Indonesia. Ponorogo: Jurnal Dialogia STAIN Ponorogo.
Nasr, Sayyed Hossein. (1993). The Need For a Sacred Science. New York: State University of New York.
Schuon, Frithjof. (1984). The Transcendent Unity of Religions. Illinois: Theosophical Publishing House.
Smith, Jonathan A. dan Osborn, Mike. (2009). Analisis Fenomenologi Interpretasi (dalam Psikologi Kualitatif, Panduan Praktis Metode Riset). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Toha, Anis Malik. (2005). Tren Pluralisme Agama; Tinjauan Kritis. Jakarta: Perspektif GIP.
Wittgenstein, Ludwig. (1983). Philosophical Investigation. Oxford: Basil Blackwell.
Downloads
Section
License
Copyright (c) 2012 Hafidz Hasyim

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.